DETERJEN ANDA APAKAH SUDAH RAMAH LINGKUNGAN ???


( MY_LAUNDRY SEMARANG, ADALAH SALAH SATU USAHA LAUNDRY YANG SUDAH MENGGUNAKAN DETERJEN RAMAH LINGKUNGAN )



Deterjen adalah bahan untuk mencuci. Namun, dalam perkembangannya, istilah deterjen digunakan untuk membedakan antara sabun cuci, sabun mandi, dengan bahan pembersih lainnya. Awalnya, bahan pembersih terbuat dari air, minyak, dan bahan kasar seperti pasir basah atau clay basah. Baru mulai tahun 1913, deterjen menggunakan bahan sintetis oleh seorang ahli kimia Belgia, A. Reychler. Hingga kini, deterjen mengalami banyak perubahan dan kemajuan dalam hal bahan pembuatnya.

Sayangnya, bahan-bahan kimia sintetis tersebut tidak pernah diwajibkan oleh pemerintah, karena tidak ada undang-undangnya, untuk dicantumkan atau didemonstrasikan keamanannya kepada konsumen. Padahal, bahan-bahan tersebut bisa mempengaruhi hormon tubuh kita, yang mengakibatkan timbulnya masalah reproduksi, asma, penyakit kulit, bahkan kanker. Selain itu, deterjen juga menyebabkan polusi terhadap lingkungan terutama air dan tanah. Manfaat yang ingin kita dapatkan dari deterjen cucian seperti warna cereah, bersih, dan harum, pada kenyataannya malah membahayakan kesehatan kita dan lingkungan. Sementara kita bergantung pada pemerintah untuk memonitor dan mengendalikan bahan kimia beracun, banyak produk yang dijual dan menjanjikan hasil optimal, ternyata menggunakan bahan sintetis yang sama dan sudah dikategorikan sebagai ‘bahan beracun’ oleh Environmental Protection Agency (EPA).

Banyak bahan berbahaya yang terkandung di dalam deterjen termasuk dalam kategori petrokimia, yaitu bahan kimia sintetis yang terbuat dari minyak bumi. Jika diteliti lebih dalam, bahan-bahan petrokimia tersebut, seperti pewangi sintetis, phthalates, pewarna buatan, dan lainnya, sebenarnya mengandung bahaya bagi kesehatan penggunanya serta lingkungan.

BAHAN-BAHAN KIMIA SINTETIS DI DALAM DETERJEN:

1. Surfaktan, bahan pembersih, ABS (Alkyl Benzene Sulfonat), yang menghasilkan busa
2. Abrasif, sebagai bahan penggosok
3. Bahan pengurai senyawa organik
4. Bahan pelembut bahan
5. Oksidan, sebagai pemutih dan pengurai senyawa organik
6. Bahan non surfaktan, utk cegah kotoran mudah nempel kembali
7. Enzim, untuk mengurai protein, lemak, atau karbohidrat untuk melembutkan bahan
8. Bahan penstabil efek surfaktan
9. Larutan pengencer air
10. Bahan tambahan sintetis lainnya, seperti pengharum, pelembut, pemutih, dan pencerah warna bahan.
11. Bahan anti karat
12. Bahan pelembut kulit
13. Bahan pengawet

EFEK PADA KESEHATAN

Dari sekian banyak gabungan bahan kimia sintetis di dalam deterjen, hampir semuanya membawa bahaya pada penggunanya. Menurut reportase The Science Daily News pada Juli 2008, penelitian yang dilakukan University of Washington melaporkan bahwa semua deterjen melepaskan, setidaknya, satu karsinogen, yang menurut EPA masuk kategori berbahaya atau beracun (hazardous dan toxic). Sayangnya, label pada produk tidak mencantumkan bahan beracun ini pada konsumen.

Bahan pengawet di dalam deterjen, yaitu formaldehide, merupakan karsinogen yang tak diragukan lagi bahayanya bagi kesehatan. Bau formaldehide yang menyengat kemudian ditutupi oleh bahan pengharum sintetis. Bersama gas formaldehide, bahan pengharum sintetis ini, menurut EPA, ternyata bisa mengiritasi sistem pernapasan manusia dan menyebabkan mual.

Bukan hanya pengharumnya yang berbahaya, namun ‘bibit’ pengharumnya, yang dikenal sebagai phthalates, menunjukkan efek samping pada kesehatan reproduksi manusia, terutama kaum pria. Menurut penelitian, phthalates menyebabkan penurunan jumlah dan kualitas sperma. Selain itu, bahan kimia ini dilaporkan menyebabkan polusi udara dan air dan menyebabkan peningkatan risiko kanker hati, asma, dan bentuk alergi lainnya pada manusia.

Kita juga harus berhati-hati pada bahan pencerah dalam deterjen. Bahan tersebut merupakan ‘trik’ untuk mengelabui penglihatan manusia. Bahan ini sebenarnya tidak membuat pakaian menjadi putih, namun hanya melapisinya, sehingga sinar ultra violet bisa terefleksi dari pakaian kita dan pakaian kita tampak lebih cemerlang. Hal ini pastinya memiliki efek samping pada kesehatan kita, yaitu meningkatkan risiko kerusakan pada kulit karena ‘menangkap’ sinar ultra violet matahari, alergi kulit, bahkan hingga kanker kulit.

Bahan lainnya yang harus diwaspadai adalah bahan pemutih dalam deterjen karena bisa meningkatkan risiko penyakit paru-paru, masalah sistem reproduksi, mengganggu kinerja saraf, hingga kanker.

EFEK PADA LINGKUNGAN

Selain berpotensi merugikan kesehatan, bahan-bahan deterjen juga berpotensi merusak lingkungan. Banyak bahan berbahaya yang terkandung di dalam deterjen, seperti pewangi sintetis, phthalates, dan pewarna buatan, termasuk dalam kategori petrokimia, yaitu bahan kimia sintetis yang terbuat dari minyak bumi. Hal ini menunjukkan bahwa bahan-bahan deterjen sangat tidak ramah lingkungan karena berasal dari sumber energi yang tidak bisa diperbaharui.

Belum lagi jika kita berbicara mengenai limbahnya. Air limbah bekas cucian, sampo dan sabun disebut juga greywater, biasanya dibuang sembarangan ke selokan, yang kemudian akan bermuara di sungai dan laut. Penggunaan ABS sebagai surfaktan dalam deterjen merupakan penyebab dari penumpukan limbah rumah tangga di sungai dan laut. Busa menumpuk yang dihasilkan ABS ini sulit terurai oleh mikroorganisme sehingga membuat air sungai dan laut menjadi kekurangan oksigen sehingga membahayakan kelangsungan biota yang hidup di dalamnya. Bukan hanya mati, biota sungai dan laut juga bisa cacat akibat mutasi gen.

Berdasarkan data resmi Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jakarta, sedikitnya 1,3 juta meter kubik limbah cair rumah tangga dari 22 juta penduduk Jabodetabek dan 1600 industri setiap hari digelontorkan ke laut dari 13 sungai besar mulai dari Sungai Kamal hingga Cakung. Itu belum termasuk beban 500 ribu ton sampah per tahun yang menjadi polutan beracun perairan Teluk Jakarta. Menurut Direktur Teknik Perusahaan Daerah Air Minum(PDAM) Solo Ir Soemedi Wasisto, SH, MM., limbah cair yang dibuang penduduk Solo diperkirakan sekitar 75.000 m³ setiap harinya dari sekitar 150.000 rumah tangga.

Bukan hanya terjadi di Jakarta, masalah serupa juga terjadi di seluruh dunia, bahkan hingga menyebabkan terjadinya bencana kematian. Tahun 1848 dan 1853 terjadi wabah kolera di London yang menewaskan 10.000 penduduk di sekitar Sungai Themes yang disebabkan Sungai Themes tercemar limbah rumah tangga.
Tragedi Minamata di Jepang terjadi karena kadar merkuri pada ikan mencapai 10 ppm. Padahal, hasil uji di laboratorium terhadap ikan dan kerang di Teluk Jakarta menunjukkan bahwa kerang hijau mengandung timah hitam 8,43 ppm jauh di atas batas aman yaitu 0,4 ppm, sedangkan ikan cukang mengandung merkuri sebesar 6,72 ppm.

TIPS  MEMILIH  DETERJEN

1. Perhatikan surfaktan apa yang digunakan di deterjen tersebut. Jangan pilih yang sulit terurai seperti ABS, pilihlah yang lebih ramah lingkungan, seperti LAS (Linear Alkylbenzene Sulfonat) atau LABS (Linear Alkyl Benzene Sulfonate).
2. Cari deterjen yang sama sekali tidak mengandung fosfat. Jika mengandung fosfat, sebisa mungkin pilih yang bisa rendah kadarnya dan bisa digunakan untuk menyiram tanaman, karena fosfat tidak baik untuk badan air, tapi baik untuk tanah dan tanaman.
3. Cari deterjen yang sedikit busanya. Dengan sedikit busa, air yang digunakan untuk membilas juga tidak perlu banyak.
4. Cari produk lokal, untuk meminimalisir jejak karbon yang ditimbulkan dari transportasi.

( mylaundrysemarang.blogspot.com )
Previous
Next Post »
Thanks for your comment